"Negara-negara emerging market terlemah cenderung akan terus mengalami tekanan akibat arus keluar modal yang cukup besar dari sisi utang dan ekuitas," kata Jean-Charles Sambor, direktur IIF Asia Pasifik, kepada CNBC (15/6). Menurutnya, negara-negara EM yang paling rentan adalah yang mempunyai fundamental makro yang lebih lemah, seperti Timur Tengah dan Amerika Latin.
Data EPFR menunjukkan, sepanjang pekan lalu investor menarik US$9,3 miliar dananya dariemerging market, terbanyak sejak 2008 – ketika krisis keuangan mencapai puncaknya. Dana sebesar US$7,1 miliar, ditarik dari bursa saham China, sekitar US$829 juta keluar dari emerging market global, dan Amerika Latin kehilangan US$442 juta.
Analis mengatakan, ada berbagai faktor yang menjadi penyebab arus keluar dana, termasuk penguatan dolar AS, valuasi aset EM yang terbilang mahal, dan kenaikan imbal hasil obligasi negara maju, yang meredam minat untuk mengambil risiko. Meskipun China mengalami pukulan keras pekan lalu, namun Sambor mengekspektasikan secara keseluruhan Asia relatif terlindungi ketimbang kawasan lain.
"Tentu saja ada sejumlah negara yang masih perlu kita khawatirkan. Saya pikir, Indonesia akan mengalami banyak tekanan, namun secara keseluruhan posisi Asia masih lebih baik dibandingemerging market lain, ketika dan jika The Fed mengetatkan kebijakannya," kata Sambor.
IIF memperkirakan, The Fed akan mulai menaikkan suku bunga pada September nanti. Pertemuan bank sentral AS pada Selasa dan Rabu besok akan mendapat perhatian besar, karena pasar akan mencari petunjuk mengenai timing kenaikan suku bunga.
Morgan Stanley juga mengantisipasi berlanjutnya tekanan terhadap emerging market, terutama yang di Timur Tengah dan Amerika Latin. "Koreksi harga ekuitas EM akhir-akhir ini tidak membuat kita bersikap konstruktif terhadap ekuitas EM karena sedikit memberikan laba, penguatan dolar AS, kenaikan imbal hasil obligasi negara maju, dan valuasi yang terbilang mahal," ungkap Morgan Stanley dalam laporannya yang dirilis Senin ini.
"Negara EM yang paling terpengaruh, terutama berlokasi di sekitar Timur Tengah dan Amerika Latin, yang mata uangnya rentan terhadap penguatan dolar. Di Asia, Indonesia akan mengalami efek paling negatif dari penguatan dolar," imbuh Morgan Stanley.
saham . bursajkse
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.