Perbaikan tiga indikator makroekonomi di Semester II-2015 diperkirakan akan mampu mendorong pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) minimal sebesar 20 persen di akhir tahun ini.
Perkiraan tersebut diutarakan ekonom Universitas Indonesia (UI), Budi Frensidy saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, jelang akhir pekan. "Tiga indikator utama yang pada semester pertama sedang melambat, diyakini bisa mendorong IHSG tumbuh 20 persen," ucapnya.
Dia mengatakan, minimal pertumbuhan IHSG di sepanjang 2015 akan mancapai 20 persen atau mengikuti tren kenaikan jangka panjang yang pada 2014 sebesar 22,29 persen. "Penguatan rupiah, pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi akan mendorong pertumbuhan IHSG," kata Budi.
Budi merincikan, meski saat ini volatilitas rupiah mengalami kesulitan untuk menembus ke bawah level Rp13.000 per dolar AS, namun laju rupiah di paruh kedua tahun ini akan berada pada jalur yang sesuai dengan fundamental ekonomi domestik. "Wajarnya, rupiah berada di kisaran Rp12.000," imbuhnya.
Namun, jelas dia, depresiasi mata uang tidak hanya terjadi di Indonesia, penguatan dollar AS memicu pelemahan terhadap sebagian besar mata uang. "Banyak ekonom mengusulkan agar pemerintah melobi AS untuk mendorong cadangan devisa. Karena, alasan penurunan cadev akibat adanya intervensi pada rupiah," tuturnya.
Dia menilai, seharusnya besaran cadev yang ideal mencapai 30 persen terhadap PDB, sementara saat ini masih 13 persen dari PDB. Budi menganggap, intervensi Bank Indonesia pada laju rupiah dengan menggunakan cadev, karena volatilitasnya terhadap dollar AS sudah cukup mengkhawatirkan.
Ia menambahkan, indikator pertumbuhan ekonomi yang juga dalam tren perlambatan akan membaik di semester kedua tahun ini, seiring dengan adanya peningkatan belanja modal oleh pemerintah melalui dana yang terhimpun di APBN-P 2015.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia memang sedang melambat, tetapi negara lain juga melambat. Kita masih akan bermain di angka 5 persen sampai akhir tahun ini. Kita masih menarik di mata investor global," papar Budi.
Menurut Budi, laju inflasi pada semester kedua juga akan mengalami penurunan menuju kisaran 4 persen plus minus 1 persen di akhir 2015. "Kenaikan inflasi dari imbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di awal tahun ini sudah berhenti. Dan, akan terus melanjutkan tren turun," ujarnya.
Perkiraan tersebut diutarakan ekonom Universitas Indonesia (UI), Budi Frensidy saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, jelang akhir pekan. "Tiga indikator utama yang pada semester pertama sedang melambat, diyakini bisa mendorong IHSG tumbuh 20 persen," ucapnya.
Dia mengatakan, minimal pertumbuhan IHSG di sepanjang 2015 akan mancapai 20 persen atau mengikuti tren kenaikan jangka panjang yang pada 2014 sebesar 22,29 persen. "Penguatan rupiah, pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi akan mendorong pertumbuhan IHSG," kata Budi.
Budi merincikan, meski saat ini volatilitas rupiah mengalami kesulitan untuk menembus ke bawah level Rp13.000 per dolar AS, namun laju rupiah di paruh kedua tahun ini akan berada pada jalur yang sesuai dengan fundamental ekonomi domestik. "Wajarnya, rupiah berada di kisaran Rp12.000," imbuhnya.
Namun, jelas dia, depresiasi mata uang tidak hanya terjadi di Indonesia, penguatan dollar AS memicu pelemahan terhadap sebagian besar mata uang. "Banyak ekonom mengusulkan agar pemerintah melobi AS untuk mendorong cadangan devisa. Karena, alasan penurunan cadev akibat adanya intervensi pada rupiah," tuturnya.
Dia menilai, seharusnya besaran cadev yang ideal mencapai 30 persen terhadap PDB, sementara saat ini masih 13 persen dari PDB. Budi menganggap, intervensi Bank Indonesia pada laju rupiah dengan menggunakan cadev, karena volatilitasnya terhadap dollar AS sudah cukup mengkhawatirkan.
Ia menambahkan, indikator pertumbuhan ekonomi yang juga dalam tren perlambatan akan membaik di semester kedua tahun ini, seiring dengan adanya peningkatan belanja modal oleh pemerintah melalui dana yang terhimpun di APBN-P 2015.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia memang sedang melambat, tetapi negara lain juga melambat. Kita masih akan bermain di angka 5 persen sampai akhir tahun ini. Kita masih menarik di mata investor global," papar Budi.
Menurut Budi, laju inflasi pada semester kedua juga akan mengalami penurunan menuju kisaran 4 persen plus minus 1 persen di akhir 2015. "Kenaikan inflasi dari imbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di awal tahun ini sudah berhenti. Dan, akan terus melanjutkan tren turun," ujarnya.
saham . bursajkse
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.