Gejolak di bursa saham China memberi risiko ekonomi yang lebih besar bagi Indonesia dibanding krisis Yunani. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, gangguan ekonomi di China mengancam investasi dan permintaan negara-negara Asia Tenggara.
"Bagi kami situasi di China [saat ini] lebih mengkhawatirkan," kata Kalla dalam wawancara dengan BloombergTV Indonesia, (9/7). "BUMN China yang saat ini berniat berinvestasi dan berkerjasama dengan kami, nilainya akan turun. Otomatis industri China juga akan mengalami penurunan," ujarnya, seperti dkutip Bloomberg.
Penilaian Kalla menekankan pentingnya China bagi negara-negara di kawasan sebagai pembeli komoditas, yang juga mengharapkan dana investasi China. Kalla mengatakan, sejatinya pemerintah Indonesia sudah menyiapkan untuk berbelanja demi mendorong pertumbuhan, lebih banyak meskipun berarti akan memperlebar defisit anggaran dalam jangka pendek.
"[Namun] kita tidak bisa mengabaikan pelemahan eksternal," ujarnya. "Saya yakin, dengan meningkatkan daya beli masyarakat, konsumsi domestik, termasuk dana anggaran pemerintah, semester kedua ini akan lebih baik," imbuhnya.
Hingga hari ini, harga-harga saham Asia masih berguguran lantaran kekhawatiran bahwa anjloknya bursa saham China akan menekan pertumbuhan di negara dengan perekonomian terbesar kedua dunia itu. Sejauh ini, gejolak pasar modal China telah menghanguskan nilai saham senilai US$3 triliun.
Investor berharap, pemerintah Indonesia akan mampu mempercepat belanja infrastruktur, seperti pembangunan jalan, pembangkit listrik dan pelabuhan, untuk mendorong pertumbuhan. Data Kementerian Pekerjaan Umum menunjukkan bahwa lebih dari 90 persen proyek yang telah direncanakan telah ditenderkan, dan lebih dari separuhnya sudah ditantangani kontraknya.
"Itu akan terlaksana karena kontraknya sudah ditenderkan sejak April dan Mei," kata Kalla. "Semuanya berjalan baik, di kementerian pekerjaan umum dan kementerian perhubungan. Sejumlah proyek sedang berjalan, tapi pasti tidak sebanyak tahun lalu," Kalla menambahkan.
China bisa jadi merupakan mitra utama dalam rencana pembangunan proyek infrastruktur pemerintah, seiring dengan keinginan Presiden Joko Widodo untuk membangun pelabuhan dan industri perikanan Indonesia demi menciptakan 'poros maritim global'. Ambisi Jokowi dinilai akan melengkapi rencana Perdana Menteri China mengembangkan rute perdagangan "Jalur Sutra Maritim" yang menhubungkan Asia dengan Tiur Tengah dan Eropa.
Bank Indonesia berpendapat, perlambatan China bisa menghambat ekpansi negara-negara Asia, dimana setiap 1 persen penurunan pertumbuhan China setara dengan penurunan 0,4-0,5% pertumbuhan Indonesia.
"Bagi kami situasi di China [saat ini] lebih mengkhawatirkan," kata Kalla dalam wawancara dengan BloombergTV Indonesia, (9/7). "BUMN China yang saat ini berniat berinvestasi dan berkerjasama dengan kami, nilainya akan turun. Otomatis industri China juga akan mengalami penurunan," ujarnya, seperti dkutip Bloomberg.
Penilaian Kalla menekankan pentingnya China bagi negara-negara di kawasan sebagai pembeli komoditas, yang juga mengharapkan dana investasi China. Kalla mengatakan, sejatinya pemerintah Indonesia sudah menyiapkan untuk berbelanja demi mendorong pertumbuhan, lebih banyak meskipun berarti akan memperlebar defisit anggaran dalam jangka pendek.
"[Namun] kita tidak bisa mengabaikan pelemahan eksternal," ujarnya. "Saya yakin, dengan meningkatkan daya beli masyarakat, konsumsi domestik, termasuk dana anggaran pemerintah, semester kedua ini akan lebih baik," imbuhnya.
Hingga hari ini, harga-harga saham Asia masih berguguran lantaran kekhawatiran bahwa anjloknya bursa saham China akan menekan pertumbuhan di negara dengan perekonomian terbesar kedua dunia itu. Sejauh ini, gejolak pasar modal China telah menghanguskan nilai saham senilai US$3 triliun.
Investor berharap, pemerintah Indonesia akan mampu mempercepat belanja infrastruktur, seperti pembangunan jalan, pembangkit listrik dan pelabuhan, untuk mendorong pertumbuhan. Data Kementerian Pekerjaan Umum menunjukkan bahwa lebih dari 90 persen proyek yang telah direncanakan telah ditenderkan, dan lebih dari separuhnya sudah ditantangani kontraknya.
"Itu akan terlaksana karena kontraknya sudah ditenderkan sejak April dan Mei," kata Kalla. "Semuanya berjalan baik, di kementerian pekerjaan umum dan kementerian perhubungan. Sejumlah proyek sedang berjalan, tapi pasti tidak sebanyak tahun lalu," Kalla menambahkan.
China bisa jadi merupakan mitra utama dalam rencana pembangunan proyek infrastruktur pemerintah, seiring dengan keinginan Presiden Joko Widodo untuk membangun pelabuhan dan industri perikanan Indonesia demi menciptakan 'poros maritim global'. Ambisi Jokowi dinilai akan melengkapi rencana Perdana Menteri China mengembangkan rute perdagangan "Jalur Sutra Maritim" yang menhubungkan Asia dengan Tiur Tengah dan Eropa.
Bank Indonesia berpendapat, perlambatan China bisa menghambat ekpansi negara-negara Asia, dimana setiap 1 persen penurunan pertumbuhan China setara dengan penurunan 0,4-0,5% pertumbuhan Indonesia.
saham . bursajkse
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.