PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) melalui anak usahanya PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) akan ekspansi membangun menara sebanyak 2.000 buah. Investasi ekspansi pembangunan menara itu sekitar Rp 1,8 triliun pada 2015.
VP Investor Relations PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, Andi Setiawan menuturkan pembangunan menara itu itu antara lain 1.000 buah menara makro. Sisanya 1.000 buah menara mikro. Hingga Juni 2015, Mitratel telah memiliki menara makro dan mikro sebanyak 6.260 buah, bertambah dari posisi Desember 2014 sebanyak 5.473 menara.
"Untuk pendanaan ekspansi ini akan dipenuhi melalui pinjaman bank dan dana internal," ujar Andi, dalam keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), yang ditulis Minggu (26/7/2015).
Sebelumnya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk telah menyetujui perpanjangan perjanjian penukaran saham bersyarat antara Perseroan dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk selambat-lambatnya hingga enam bulan berikutnya.
Hal itu terkait penukaran saham Mitratel dengan saham PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. "Untuk pemenuhan syarat-syarat penutupan perjanjian lebih lanjut, Perseroan dan Tower Bersama telah menyetujui untuk melakukan perpanjangan tanggal pemenuhan syarat-syarat penutupan dari selambat-lambatnya pada 31 Desember 2014 hingga enam bulan berikutnya menjadi selambat-lambatnya 30 September 2015 hingga enam bulan berikutnya," ujar Vice President Investor Relations PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, Andi Setiawan.
Andi mengatakan, penukaran saham Mitratel dengan saham PT Tower Bersama Infrastructure Tbk masih dalam proses pemenuhan syarat-syarat penutupan sesuai perjanjian.
Telkom akan menukar kepemilikan sahamnya di Mitratel dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk hingga 13,7 persen. Telkom akan menukar 49 persen kepemilikan Mitratel dengan maksimal 290 juta saham baru di PT Tower Bersama Infrastructure Tbk.
Sebanyak 290 juta saham baru itu setara dengan 5,7 persen dari modal saham yang telah ditingkatkan lewat penerbitan saham baru. Telkom memiliki opsi untuk menukarkan sisa 51 persen saham Mitratel dengan 472,5 juta saham baru di PT Tower Bersama Infrastructure Tbk dalam jangka waktu dua tahun. Telkom berpeluang mengenggam 13,7 persen Tower Bersama. Sementara itu, Tower Bersama akan menguasai 100 persen Mitratel. (Ahm/Gdn)
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Persero) biasa disebut Telkom Indonesia atau Telkomsaja (IDX:TLKM ,LSE: TKID, NYSE: TLK) adalah perusahaan informasi dan komunikasiserta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap di Indonesia. Telkom mengklaim sebagai perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, dengan jumlah pelanggan telepon tetap sebanyak 15 juta dan pelanggan telepon seluler sebanyak 104 juta.
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Telkom adalah menyelenggarakan jaringan dan jasa telekomunikasi, informatika, serta optimalisasi sumber daya perusahaan, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, TLKM menjalankan kegiatan yang meliputi: (a) Usaha Utama: Merencanakan, membangun, menyediakan, mengembangkan, mengoperasikan, memasarkan atau menjual, menyewakan, dan memelihara jaringan telekomunikasi dan informatika (b) Usaha Penunjang: 1).Menyediakan jasa transaksi pembayaran dan pengiriman uang melalui jaringan telekomunikasi dan informatika. 2).Menjalankan kegiatan dan usaha lain dalam rangka optimalisasi sumber daya yang dimiliki Perusahaan, yang antara lain meliputi pemanfaatan aktiva tetap dan aktiva bergerak, fasilitas sistem informasi, fasilitas pendidikan dan pelatihan, dan fasilitas pemeliharaan dan perbaikan.
Jumlah saham TLKM sesaat sebelum penawaran umum perdana (Initial Public Offering atau IPO) adalah 8.400.000.000, yang terdiri dari 8.399.999.999 saham Seri B dan 1 saham Seri A Dwiwarna yang seluruhnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Pada tanggal 14 November 1995, Pemerintah menjual saham Telkom yang terdiri dari 933.333.000 saham baru Seri B dan 233.334.000 saham Seri B milik Pemerintah kepada masyarakat melalui IPO di Bursa Efek Indonesia ("BEI") (dahulu Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya), dan penawaran dan pencatatan di Bursa Efek New York ("NYSE") dan Bursa Efek London ("LSE") atas 700.000.000 saham Seri B milik Pemerintah dalam bentuk American Depositary Shares ("ADS"). Terdapat 35.000.000 ADS dan masing-masing ADS mewakili 20 saham Seri B pada saat itu.
Telkom hanya menerbitkan 1 saham Seri A Dwiwarna yang dimiliki oleh Pemerintah dan tidak dapat dialihkan kepada siapapun, dan mempunyai hak veto dalam RUPS Telkom berkaitan dengan pengangkatan dan penggantian Dewan Komisaris dan Direksi, penerbitan saham baru, serta perubahan Anggaran Dasar Perusahaan.
Telkom merupakan salah satu BUMN yang sahamnya saat ini dimiliki oleh Pemerintah Indonesia(52,47%), dan 47,53% dimiliki oleh Publik, Bank of New York, dan Investor dalam Negeri.[1]Telkom juga menjadi pemegang saham mayoritas di 13 anak perusahaan, termasuk PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel).
Direktur Utama Telkom saat ini adalah Alex Janangkih Sinaga, menggantikan Arief Yahya yang telah menjadi Menteri Pariwisata di Kabinet Kerja Jokowi[2][3].
Sejarah
Era kolonia
Pada tahun 1882, didirikan sebuah badan usaha swasta penyedia layanan pos dan telegraf. Layanan komunikasi kemudian dikonsolidasikan oleh Pemerintah Hindia Belanda ke dalam jawatan Post Telegraaf Telefoon (PTT). Sebelumnya, pada tanggal 23 Oktober 1856, dimulai pengoperasian layanan jasa telegraf elektromagnetik pertama yang menghubungkan Jakarta (Batavia) dengan Bogor (Buitenzorg).[4] Pada tahun 2009 momen tersebut dijadikan sebagai patokan hari lahir Telkom.
Perusahaan negara
Pada tahun 1961, status jawatan diubah menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel). Kemudian pada tahun 1965, PN Postel dipecah menjadi Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos & Giro) dan Perusahaan Negara Telekomunikasi (PN Telekomunikasi).
Perumtel
Pada tahun 1974, PN Telekomunikasi diubah namanya menjadi Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel) yang menyelenggarakan jasa telekomunikasi nasional maupun internasional. Tahun 1980 seluruh saham PT Indonesian Satellite Corporation Tbk. (Indosat) diambil alih oleh pemerintah RI menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi internasional, terpisah dari Perumtel. Pada tahun 1989, ditetapkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, yang juga mengatur peran swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
PT Telekomunikasi Indonesia (Persero)
Pada tahun 1991 Perumtel berubah bentuk menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) Telekomunikasi Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1991.
Pada tanggal 14 November 1995 dilakukan Penawaran Umum Perdana saham Telkom. Sejak itu saham Telkom tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) (keduanya sekarang bernama Bursa Efek Indonesia (BEI)), Bursa Saham New York (NYSE) dan Bursa Saham London (LSE). Saham Telkom juga diperdagangkan tanpa pencatatan di Bursa Saham Tokyo. Jumlah saham yang dilepas saat itu adalah 933 juta lembar saham.
Tahun 1999 ditetapkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Sejak tahun 1989, Pemerintah Indonesia melakukan deregulasi di sektor telekomunikasi dengan membuka kompetisi pasar bebas. Dengan demikian, Telkom tidak lagi memonopoli telekomunikasi Indonesia.
Tahun 2001 Telkom membeli 35% saham Telkomsel dari PT Indosat sebagai bagian dari implementasi restrukturisasi industri jasa telekomunikasi di Indonesia yang ditandai dengan penghapusan kepemilikan bersama dan kepemilikan silang antara Telkom dan Indosat. Sejak bulan Agustus 2002 terjadi duopoli penyelenggaraan telekomunikasi lokal.
Pada 23 Oktober 2009, Telkom meluncurkan "New Telkom" ("Telkom baru") yang ditandai dengan penggantian identitas perusahaan.
Komposisi kepemilikan Saham
Pada Penawaran saham pada 14 November 1995 dan block sale Desember 1996, komposisi saham Telkom menjadi:
Pemerintah Indonesia: 75,80%
Publik free-float: 24,2%
Per 7 Mei 1999, komposisi saham Telkom menjadi:
Pemerintah Indonesia: 66,20%
Publik free-float: 33,80%
Per 8 Desember 2001, Saham Telkom berubah menjadi:
Pemerintah Indonesia: 54,30%
Publik free-float: 45,70%
Per 16 Juli 2002, saham Telkom berubah kembali menjadi:
Pemerintah Indonesia: 51,19%
Publik free-float: 40,21%
Bank of New York dan Investor dalam Negeri: 8,79%
Sebelum Penawaran saham perdana, Telkom 100% dimiliki Pemerintah Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.