Sabtu, 27 Juni 2015

PT Indosat Tbk ( ISAT.JK ) - Niat Mengakuisisi Link Net, Indosat Sebaiknya Berbenah Diri

Image result for PT Indosat Tbk

PT Indosat Tbk (ISAT) berencana melakukan aksi korporasi. Kali ini ISAT  tertarik untuk membeli 33,82% saham PT Link Net Tbk (LINK) .

ISAT akan melakukan proses due diligence pada Agustus mendatang. Jika berhasil, akuisisi ini diharapkan memperkuat bisnis ISAT  di bidang multimedia, komunikasi data, dan internet.

Dengan akuisisi Link Net, ISAT  ingin memperbesar bisnis fiber to the home (FTTH). ISAT  sebenarnya telah mulai menggelar jaringan fiber ke korporasi sejak lama. Namun, perseroan baru menggelar jaringan fiber ritel atau ke rumah-rumah sejak beberapa tahun terakhir.

"Jika sesuai dan valuasi menarik, kami ingin mengembangkan jaringan fiber ritel dengan dukungan infrastruktur Link Net," ungkap Andromeda Tristanto, Investor Relation ISAT  kepada KONTAN, Jumat (26/6).

Di kuartal pertama tahun ini ISAT  membukukan pendapatan Rp 6,1 triliun atau tumbuh 6% year on year (yoy) dari sebelumnya Rp 5,77 triliun. Kontribusi terbesar berasal dari pendapatan seluler yang tumbuh 6,5% yoy menjadi Rp 4,9 triliun.

Selanjutnya pendapatan dari multimedia, komunikasi data, dan internet tumbuh 4,5% yoy menjadi Rp 899,7 miliar, sedangkan pendapatan telekomunikasi tetap tumbuh 11,6% yoy menjadi Rp 290,4 miliar. Sayangnya, ISAT membukukan rugi bersih Rp 455,5 miliar. Kondisi ini berbeda dengan kuartal I-2014 di mana perseroan mengantongi laba bersih Rp 796,8 miliar.

Sementara LINK sepanjang tahun lalu meraup laba bersih Rp 557,7 miliar. Angka tersebut tumbuh 53,99% dibanding Rp 362,16 miliar di 2013. Hal ini didukung pendapatannya yang meningkat 28,31% dari Rp 1,66 triliun menjadi Rp 2,13 triliun.

Tahun ini, LINK menargetkan pendapatan bisa naik 28% yoy menjadi Rp 2,73 triliun. Sementara laba bersih tahun ini diharapkan bisa tetap tumbuh 25%-28% dari tahun lalu. Per 31 Maret 2015, total aset LINK mencapai Rp 3,9 triliun.

Analis First Asia Capital, David Nathanael Sutyanto menilai, ISAT  sebaiknya memperbaiki kinerja dan melakukan ekspansi organik terlebih dahulu. Maklum, kinerja ISAT masih tertekan lantaran perseroan menanggung banyak utang terutama dalam nilai dollar AS.

Per kuartal I-2015, ISAT memiliki total utang senilai Rp 23,2 triliun. Utang dengan dollar AS dan mata uang rupiah memegang porsi masing-masing 50%. "Agak beresiko kalau kinerja belum membaik tetapi sudah mau mengakuisisi," ujarnya kepada KONTAN, Jumat (26/6).

Tahun ini ISAT  juga memiliki rencana untuk melakukan refinancing utang, salah satunya dengan melakukan pembayaran lebih awal utang guaranteed notes US dollar dengan nilai emisi sebesar US$ 650 juta. Utang ini memiliki jangka waktu 10 tahun dengan tingkat bunga sebesar 7,375% per tahun dan jatuh tempo pada tanggal 29 Juli 2020. Kemudian, ekspansi organik ISAT  juga membutuhkan dana cukup tinggi. Lihat saja, tahun ini ISAT  menyiapkan capex hingga Rp 7 triliun. "Jika masih ingin akuisisi, sumber dana dari mana?," lanjut David.

Menurut David, ISAT  sebaiknya memperbaiki kinerja terlebih dahulu. Dengan kinerja positif, ISAT  tentu akan mendapatkan kembali kepercayaan investor dan akhirnya lebih mudah mencari sumber pendanaan.

David melihat industri telekomunikasi masih berpeluang bagus. Hal ini mengingat kebutuhan telekomunikasi masyarakat juga semakin bertumbuh. Namun demikian, beban yang tinggi menjadi tekanan bagi operator telekomunikasi. Di samping itu, operator kini masih terbebani dengan adanya perang tarif. Oleh karena itu, ISAT perlu melakukan inovasi untuk menggaet lebih banyak pelanggan.

David merekomendasikan hold saham ISAT  dengan target harga Rp 4.000 per saham. Pada perdagangan Jumat (26/6) harga saham ISAT turun 0,62% ke level Rp 4.000 per saham.




Baca Juga: 



Catatan:

Indosat (lengkapnya PT Indosat Tbk.) adalah salah satu perusahaan penyedia jasa telekomunikasi dan jaringan telekomunikasi di Indonesia.[2] Perusahaan ini menawarkan saluran komunikasi untuk pengguna telepon genggam dengan pilihan pra bayar maupun pascabayar dengan merek jual Matrix, Mentari dan IM3; jasa lainnya yang disediakan adalah saluran komunikasi via suara untuk telepon tetap (fixed) termasuk sambungan langsung internasional IDD (International Direct Dialing), serta jasa nirkabel dengan merk dagang StarOne[2][3][4]Perusahaan ini juga menyediakan layanan multimedia, internet, dan komunikasi data (MIDI=Multimedia, Internet & Data Communication Services)[3]

Pada tahun 2011 perusahaan ini menguasai 21 persen pangsa pasar[2] dan pada tahun 2013 mengklaim memiliki 58,5 juta pelanggan untuk telpon genggam.[5]

Situs investasi untuk Indonesia menyatakan bahwa Indosat kehilangan beberapa persen pasar pelanggan telepon genggamnya pada tahun tahun terakhir.[2] Sementara situs lainnya (Onbile.com) menempatkan Indosat sebagai perusahaan telekomunikasi terbesar ketiga pada tahun 2013 dibawah Telkomsel dan XL Axiata.[6]

Pada Februari 2013 perusahaan telekomunikasi Qatar yang sebelumnya bernama Qtel dan menguasai 65 persen saham Indosat berubah nama menjadi Ooredoo dan berencana mengganti seluruh perusahaan miliknya atau dibawah kendalinya yang berada di Timur Tengah, Afrika dan Asia Tenggara dengan nama Ooredoo pada tahun 2013 atau 2014.[7] Sementara Indosat dalam siaran persnya menanggapi hal ini belum memutuskan akan mengubah nama dari Indosat menjadi Ooredoo atau tidak, karena menganggap nama Indosat telah memiliki "hubungan" dengan pelanggan.[8]

Sejarah

Indosat memiliki sejarah panjang perpindahan kepemilikan dan perubahan tujuan perusahaan semenjak didirikan pada 20 November 1967.[2][9] Didirikan sebagai perusahaan modal asing oleh pemerintah Indonesia dengan nama PT Indonesian Satellite Corporation Tbk. (Persero), perusahaan ini mulai beroperasi pada September 1969 sebagai perusahaan komersil penyedia jasa sambungan langsung internasional (IDD). Perusahaan ini membangun, memindahkan, dan melakukan kaidah operasional sebuah organisasi telekomunikasi internasional (International Telecommunications Satellite Organization) disingkat Intelsat, untuk mengakses Intelstat lain (satelit) yang berada di Samudra Hindia dengan durasi kesepakatan 20 tahun hingga 1987.[9] Sebagai konsorsium global organisasi satelit komunikasi, intelstat memiliki dan mengoperasikan beberapa satelit-satelit komunikasi.[9]

Pada tahun 1980 Indosat menjadi Badan Usaha Milik Negara dan dimiliki oleh Pemerintah Indonesia.[2] Pada akhir tahun 2008 saham pemerintah Indonesia tinggal 14,3 persen saja, dan sebanyak 65 persen dikuasai oleh QTel.[10]

Karena sebagian besar kepemilikan Indosat dikuasai oleh pemodal asing QTel (Pemerintah Qatar), maka berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007 penyelenggaraan jaringan telekomunikasi untuk jaringan bergerak baik seluler maupun satelit, kepemilikan modal asing dibatasi 65 persen.[11] Sementara untuk jaringan tetap berbasis kabel maupun berbasis radio, dengan teknologi circuit switched atau packet switched, modal asing dibatasi maksimal 49 persen.[11] Pada tahun 2008 Dirjen Postel Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar menegaskan bahwa Indosat diwajibkan melepas lisensi telepon tetap miliknya (fixedline dan wirelessline) jika Qatar Telecom (Qtel) berkeras menambah sahamnya melebihi 49%.[12] Hingga bulan Maret 2011 Indosat belum melepas StarOne,[13] sementara Telkom menyatakan tertarik untuk mengakusisi StarOne yang memiliki ijin untuk telepon tetap, SLJJ, dan SLI ini.[4]

Perusahaan terbuka

Perusahaan ini kemudian didaftarkan ganda oleh pemerintah Indonesia (dual listed company) pada Bursa Efek Indonesia pada 19 Oktober 1994 (BEI:ISAT)[2][14] dan Bursa Efek New York, Amerika Serikat (NYSE:IIT).[3] Saat didaftarkan pada tahun 1994 pemerintah Indonesia tetap memiliki 65 persen perusahaan ini.[2]

Pada 24 April 2013 Indosat mengumumkan akan menghapus pencatatan American Depositary Shares dari New York Stock Exchange (NYSE)[15][16] dan resmi keluar pada Juli 2013 atas permintaan Menteri BUMN di bulan April 2013.[17] Performa saham indosat di bursa itu terus menurun sejak tahun 2009.[15]Akusisi dan pelepasan perusahaan[sunting | sunting sumber]

Dikarenakan deregulasi peraturan telekomunikasi yang diberlakukan pemerintah dengan tujuan agar Telkom tidak lagi memonopoli bidang telekomunikasi di Indonesia; pada tahun 1999 dan 2000 Indosat kemudian mengubah tujuannya dari sebuah perusahaan penyedia jasa layanan sambungan langsung internasional menjadi penyedia jaringan telekomunikasi dan jasa komunikasi.[9] Pada tahun 2001 Indosat menandatangani perjanjian dengan Telkom untuk menghapuskan penguasaan saham silang pada berbagai perusahaan dan anak perusahaannya diantaranya Satelindo, Telkomsel, dan Lintasarta.[9]

Pada tahun 2001 perusahaan ini mendirikan PT Indosat Multimedia Mobile (IM3) sebagai sebuah operator telepon genggam dengan jaringan GPRS dan layanan multimedia di Indonesia.[2] Upaya ini dilanjutkan pada tahun 2006 dengan memperoleh ijin untuk jaringan 3G dan memperkenalkan jaringan 3.5G untuk Jakarta dan Surabaya.[2]

Pada tahun 2003 Satelindo dan IM3 dibubarkan setelah diakusisi penuh oleh Indosat.[18] Ditahun yang sama berdasarkan keputusan Menhub No. KP 130 Tahun 2003, Indosat mendapatkan izin penyelenggaraan jaringan telekomunikasi tetap secara nasional, dengan cakupan terbatas di Surabaya dan Jakarta.[11] Lisensi ini melekat pada anak perusahaan Indosat StarOne, dimana Starone memegang lisensi untuk sambungan langsung jarak jauh (SLJJ), sambungan langsung internasional (SLI), dan jaringan telepon tetap.[4] Telkompun dalam pemberitaannya menyatakan tertarik untuk mengakusisi StarOne.[13]


Peralihan kepemilikan

Pada tahun 2002 Singapore Technologies (ST) Telemedia (perusahaan dimana pemerintah Singapura menanamkan investasinya) membeli saham Indosat dengan nilai pembelian sebesar 634 juta dolar A.S. untuk 40 persen saham perusahaan ini.[19] Perusahaan ST Telemedia sendiri memiliki 75 persen kepemilikan dari Asia Mobile Holdings dan sisanya dimiliki oleh pemerintah Qatar melalui Qatar Telecom, perusahaan yang sama (Asia Mobile Holdings) juga dimiliki oleh Temasek.[20]

Anak perusahaan Temasek diantaranya adalah PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), sebanyak 35 persen saham Telkomsel dimiliki Temasek.[21][20]

Kepemilikan satu perusahaan (Asia Mobile Holdings) yang menguasai dua perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia yang seharusnya bersaing kemudian dipermasalahkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada tahun 2007.

ST Telemedia (milik Asia Mobile Holdings) menguasai 40 persen saham Indosat dan Temasek (milik Asia Mobile Holdings) menguasai 35 persen saham di Telkomsel.[19] KPPU menyatakan kepemilikan saham silang ini telah melanggar pasal 27 peraturan anti monopoli dan membawanya pengadilan negeri, dengan tambahan tuntutan sebesar 2,7 juta dolar A.S. karena hal ini mengakibatkan tingginya tarif jasa komunikasi telpon genggam di Indonesia - oleh Telkomsel sebagai penentu harga.[19] Baik Temasek maupun ST Telemedia menolak tuduhan tersebut dan pengacara kedua perusahaan ini berencana mengajukan banding atas keputusan Pengadilan Negeri.[19]

Kantor berita Reuters menyatakan bahwa Indonesia pada tahun 2007 memang menjadi salah satu negara dengan tarif komunikasi telepon genggam termahal di dunia.[19]

Pada November 2007 KPPU memutuskan Temasek melakukan monopoli jaringan telekomunikasi, dan diminta melepaskan seluruh saham di Indosat dan Telkomsel.[22] Namun, jika Temasek hanya mengurangi saham 50 persen di masing-masing perusahaan, itu sudah dibenarkan. Keputusan diperkuat Mahkamah Agung dimana Temasek dan anak perusahaannya harus membayar denda masing-masing 15 miliar rupiah.[21]

Pada Juni 2008 Asia Mobile Holdings, melalui ST Telemedia menjual 40.8 persen saham miliknya kepada Qatar Telecom (QTel), perusahaan mitranya, yang setuju untuk membeli seluruh saham tersebut dengan harga 1,8 miliar dolar A.S.[20] Harga yang dibayarkan lebih rendah daripada nilai pasar yang berada pada 2,2 miliar dolar A.S.[19]

Kemudian pada Februari 2009 QTel menaikkan jumlah kepemilikan sahamnya di Indosat menjadi 65 persen setelah pemerintah Indonesia mengklarifikasi peraturan investasi asing yang memperbolehkan hal ini dilakukan dengan syarat Indosat mengalihkan usaha telepon tetapnya kepada perusahaan yang berbeda.[10] Berdasarkan peraturan perusahaan yang memegang ijin sebagai penyedia telepon tetap hanya boleh diperkenankan memperdagangkan 49 persen sahamnya pada pihak asing, namun perusahaan penyedia komunikasi via telepon bergerak (seluler) diperkenankan untuk dimiliki pihak asing hingga 65 persen.[10] Harga saham yang dibayarkan sejumlah 7,388 rupiah per lembar saham (2009) dan pemerintah Indonesia memegang 14,3 persen saham.[10]

Situs Global Times tahun 2009 memberitakan bahwa Indosat membayarkan 900 miliar rupiah (saat itu setara dengan 90 juta dolar AS) deviden tunai atau 50 persen dari keuntungannya pada tahun 2008.[23] Ini berarti pemegang sahamnya mendapatkan minimum 172.85 rupiah per lembar saham pada tahun 2009, dibandingkan Telkom dimana investornya menerima 296.94 rupiah.[23]

Pada Maret 2013 keuntungan Indosat untuk tahun 2012 dilaporkan merosot 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya 2011 dikarenakan biaya operasional, walaupun keuntungan dari pendapatan dari pertambahan layanan komunikasi telepon genggam terus naik.[5]

Satelit

Palapa D

Pada akhir 31 Agustus 2009 Presiden Direktur Indosat Harry Sasongko mengumumkan peluncuran satelit Palapa-D milik perusahaan menuju orbit 113 BT, peluncuran dilakukan di Xichang, Cina.[24] Satelit Palapa-D memiliki berat 4,1 ton (pada saat peluncuran), memakan daya 7500 watt, dan memiliki kapasitas 120 persen lebih besar dari satelit yang digantikan yaitu satelit Palapa-C2 yang akan habis masa operasinya pada 2011.[24]

Pembangunan satelit Palapa-D dimulai sejak 2004, memakan biaya sebanyak 200-300 juta dolar A.S. dan akan beroperasi hingga 2024.[21]Satelit Palapa-D dibuat oleh Thales Alenia Space France (Perancis) berdasarkan platform Spacebus-4000B3.[24] Satelit ini diluncurkan menggunakan roket Chinese Long March 3B[25] Jangkauan satelit termasuk negara-negara ASEAN, negara-negara Asia, timur Tengah dan Australia.[24][25] Untuk upaya pemeliharaannya perangkatnya Indosat menyiapkan dan meresmikan Gedung Satelit Palapa berlantai dua pada 14 Agustus 2009 dengan luas 2.500m2 di Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat sebagai lokasi pengendali dan pengawas trafik.[21] Serta mengirimkan sejumlah tenaga muda pun pelatihan di Perancis.[21]

Anak perusahaan

PT Aplikanusa Lintasarta (Lintasarta)
PT Indosat Mega Media (IndosatM2)
PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo)
PT Indosat MultiMedia Mobile (Indosat-M3)



ssaham . bursajkse

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.