Rabu, 06 Mei 2015

Emerging Markets Asia: Kenaikan Harga Saham Tidak Memberikan `Efek Kemakmuran`

Image result for wealth distributions asia
Harga-harga di bursa saham emerging Asia tumbuh bergairah selama setahun terakhir, namun kondisi tersebut tidak memunculkan 'efek kemakmuran' (wealth effect) yang akan memicu konsumen untuk meningkatkan belanja.

Sejak awal tahun hingga saat ini, indeks MSCI Emerging Asia meningkat sebesar 12,7 persen, melampaui indeks MSCI Asia Pasifik yang naik 11.05 persen, dan indeks MSCI Dunia yang hanya tumbuh 4,75 persen. Di antara emerging market pasar saham China tampil sebagai juara dengan lompatan setinggi 37,50 persen.

Pada umumnya, kenaikan harga saham akan mendongkrak kemakmuran investor dan meningkatkan rasa keamanan finansial yang cenderung mendorong konsumsi. Hal tersebut didefinisikan oleh pada ekonomi sebagai "efek kemakmuran". Secara teoritis kenaikan belanja merupakan hasil dari pendapatan dan keuntungan yang lebih tinggi, yang mendukung pertumbuhan ekonomi.

Kendati demikian, laju konsumsi di emerging Asia tidak cukup tinggi. Data penjualan ritel China pada kuartal pertama 2015 hanya naik 10,6 persen dibanding tahun lalu. Sedangkan data penjualan di Hongkong hanya tumbuh 14,9 persen pada Februari lalu, meskipun didukung oleh kenaikan permintaan pada perayaan Tahun Baru China.

Sementara itu penjualan ritel di Korea Selatan dan Singapura justru anjlok 5,7 persen dan 7,4 persen sepanjang tahun ini. Dan penjualan tahunan di Indonesia melaju 16.6 persen pada Februari lalu.

Menurut laporan HSBC yang dirilis pekan lalu, perlambatan pertumbuhan tingkat upah riil menjadi 2,0 persen pada 2014 menjadi penyebab utama turunnya belanja konsumen. Pada 2013 lalu, rata-rata pertumbuhan tingkat upah riil mencapai 3,3 persen.

"Ini berarti rumah tangga tak dapat meningkatkan konsumsi riil mereka sebanyak sebelumnya hanya  [berdasarkan] pendapatan sebagai pekerja ... terutama pekerja di Hongkong dan Filipina yang dilaporkan mengalami penurunan daya beli pada tahun lalu," papar HSBC dalam laporan yang dikutip CNBC, (5/5).

Dalam hal ini, ungkap HSBC, China menampilkan kasus menarik dimana efek kemakmuran "secara statistik tidak signifikan", meskipun tampil sebagai bursa saham dengan kenaikan indeks terbaik di dunia. Selain kenaikan upah yang melambat, pasar saham mempunyai proporsi yang rendah dibandingkan dengan PDB sehingga memperlemah dorongan positif dari penguatan harga saham.

HSBC menambahkan, kapitalisasi pasar saham China mencerminkan sekitar 90% PDB, yang menempatkan China pada ranking ketujuh di antara negara-negara emerging Asia. Sementara itu, kata HSBC, Hongkong yang berada di peringkat kedua justru mengalami "penurunan" efek kemakmuran.

"Kenaikan harga saham meningkatkan ekspektasi akan hasil di masa mendatang, yang akan mendorong investor untuk mengurangi konsumsi demi meningkatkan investasi. Perilaku tersebut mengurangi konsumsi rumah tangga, dan merupakan hal yang penting di China karena saluran untuk berinvestasi masih terbatas," papar laporan HSBC.

Faktor lain mitigasi efek kemakmuran di China adalah rendahnya tingkat partisipasi domestik di pasar saham, meskipun data China Securities Depository dan Clearing Co. mengungkapkan lonjakan akun baru sebanyak 433 persen selama tiga bulan pertama 2015. "Ada jutaan pembukaan akun baru, sehingga tampaknya tak hanya warga kaya raya yang ambil bagian, tapi saya rasa pertanyaannya adalah apakah [hal ini] merekam jumlah keuntungan yang dibelajakan investor," kata Richard Jerram, kepala ekonom Bank of Singapura kepada CNBC.

"Jika ada sekitar 15 triliun yuan keuntungan selama tahun lalu, dan diasumsikan sekitar 5 persen keuntungan itu dibelanjakan, maka jumlahnya mencapai kurang dari 1 triliun yuan dari sekitar 63 triliun yuan ekonomi China. Potensinya sangat signifikan, tapi mungkin sulit dilihat," Jerram menambahkan.

Namun, laporan HSBC menyebutkan, konsumsi swasta di Hongkong dan Korea Selatan masih mendapatkan manfaat dari keuntungan dari pasar ekuitas di masing-masing negara. Kondisi tersebut terjadi berkat pengaruh sejumlah faktor seperti nilai kapitalisasi pasar yang signifikan, kepemilikan saham domestik yang tinggi dan distribusi kepemilikan saham yang di tinggi di kalangan penduduk. 



saham . bursajkse

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.