Jumat, 19 Juni 2015

Industri Perbankan Nasional Semakin Tertekan Dengan Adanya Perlambatan Ekonomi



Industri perbankan nasional dihadapkan pada situasi yang semakin berat karena tren perlambatan perekonomian yang terjadi berpotensi terus berlangsung sepanjang tahun ini.

Demikian pandangan Kepala Ekonom PT Bank Internasional Indonesia Tbk, Juniman, saat dihubungi di Jakarta, beberapa waktu lalu. Menurut dia, tekanan yang dihadapi sektor perbankan merupakan dampak dari kebijakan moneter yang masih ketat, sehingga berpengaruh pada perlambatan ekonomi dan nilai tukar rupiah.

"Seharusnya perbankan memang sudah antisipasi ini. Perbankan juga ikut tertekan bukan karena bunga atau rupiah saja, tetapi pertumbuhan ekonomi kita," kata Juniman.

Dia menjelaskan, ketika pertumbuhan ekonomi melambat, penjualan kendaraan bermotor, ritel, properti, dan lainnya juga turut mengalami penurunan. Dan semua itu pasti berdampak pada perbankan, karena penyaluran kreditnya mengalami perlambatan.

"Kalau kredit melambat, korporasi melambat, pada akhirnya kemampuan bayar utang (perbankan) akan berkurang. Ini seharusnya sudah diantisipasi oleh perbankan, bahwa potensi suku bunga BI masih akan tinggi, dan terkait perlambatan ekonomi," ujarnya.

Lebih lanjut Juniman menyatakan, untuk menggerakkan kembali pertumbuhan ekonomi, harus ada peran peran pemerintah yang lebih besar lagi. Sebab ruang bagi BI sudah tidak ada untuk memberikan stimulus moneter.

"Jadi peran pemerintah sekarang sangat penting. Kalau BI sudah sulit bergerak. Artinya sampai November, BI tidak bisa melakukan apa-apa untuk beri stimulus ekonomi. Kalau anggaran belanja pemerintah dipercepat, maka harapannya ekonomi bisa jalan lebih cepat," jelas Juniman.

Dia menambahkan, pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan lebih rendah dibanding 2014, yang masih bisa menembus level lima persenan. Juniman memperkirakan, pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun ini masih akan berada di level 4,9 persen, jauh dari target pemerintah.

"Melambatnya pertumbuhan ekonomi tahun ini berkaitan dengan melambatnya konsumsi rumah tangga dan swasta, terkait turunnya daya beli masyarakat, ekspor turun karena harga komoditas tidak naik. Lalu di sisi lain lambatnya belanja pemerintah, banyak masalah. Kalau kuartal kedua tahun ini saya perkirakan pertumbuhan ekonomi hanya 4,75 persen," tuturnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan pertumbuhan ekonomi kuartal I-2015 hanya 4,71 persen. Sedangkan dalam APBN-P 2015 pertumbuhan ekonomi ditargetkan 5,7 persen, namun belakangan pemerintah mengasumsikan pertumbuhan ekonomi tahun ini di kisaran 5,4 persen. 


saham . bursajkse

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.