Jumat, 19 Juni 2015

Penurunan Produksi Minyak Indonesia, Kemungkinan Diakibatkan Oleh Kesalahan Sistem Tata Kelola Migas

Image result for produksi minyak Indonesia

Ekonom Energi dan Lingkungan, Darmawan Prasodjo, menilai turunnya produksi dan kerap tak tercapainya target lifting minyak nasional karena kesalahan sistem tata kelola migas. Kekeliruan yang terjadi hingga saat ini karena pemerintah selalu berorientasi pada keuntungan.

Menurut Darmo, sapaan akrabnya, seharusnya pemerintah bisa memberikan porsi lebih besar pada kepentingan nasional jangka panjang, artinya, pemerintah harus memaksimalkan perusahaan migas dalam negeri.

"Pengelolaan sumber daya alam yang salah berakibat pada penurunan produksi dan tidak adanya peningkatan pada pendapatan negara. Tata kelola migas tidak hanya berorintasi pada keuntungan, tetapi pada kemakmuran rakyat," ujar Darmo yang juga menjabat Deputi di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/6).

Selain memperbaiki sistem tata kelola migas, Darmo menyarankan agar pemerintah membentuk fungsi tiga kaki dalam menjalankan tata kelola migas, dengan kebijakan ada di tangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, fungsi operasi oleh PT Pertamina (Persero), dan regulatornya adalah Kementerian BUMN.

Darmo juga meminta agar revisi UU Migas bisa mengakomodir seluruh kepentinga sektor hulu. Karena dalam UU Migas terdahulu, UU No 4/1975, pertambangan migas berlandaskan pada perusahaan negara.

"Artinya, kewenangan ada pada Pertamina sebagai regulator dan pelaku bisnis, serta dibangun dengan konsep production sharing atau bagi hasil," ucap dia.

Kemudian diperbaharui dengan diterbitkannya UU No 22/2001, di mana kewenangan Pertamina sebagai regulator dihapus dan dibentuklah BP Migas. Lembaga ini kemudian dibubarkan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan dibentuk lembaga sementara SKK Migas, yang sampai kini juga belum memberikan harapan lebih baik.

Dalam UU Migas era 1975, Pertamina belum punya anak perusahaan dan bisa menguasai medan. Akibatnya, Pertamina tidak fokus pada fungsi eksplorasi dan operasi. Sedangkan permasalahan pada UU Migas era 2001, yang dioptimalkan adalah pendapatan negara bukan pajak, sehingga tata kelola menitikberatkan pada lifting.

Menurutnya, ke depan harus ada privilege bagi Pertamina seperti di negara lain, di mana BUMN minyaknya punya hak-hak utama dalam mengelola sumur migas. "Namun tidak menutup kemungkinan Pertamina juga dapat bekerja sama dengan perusahaan manapun secara business to business," papar Darmo.











saham . bursajkse

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.